1500 lebih massa dari berbagai kalangan berkumpul di gedung Jatim Expo, Surabaya, Sabtu pagi. Massa yang berasal dari berbagai kota di Jawa Timur ini sebagian besarnya adalah pengusaha dan mahasiswa. Mereka berkumpul di Jatim Expo untuk menghadiri Kajian Akbar Kebangkitan Ekonomi Indonesia, yang digelar oleh IIBF Jawa Timur. “Ini adalah langkah awal untuk memulai membangkitkan karakter masyarakat Indonesia untuk membela bangsa sendiri. Karena saat ini kita tidak menyadari bahwa kehidupan kita dikuasai oleh orang lain,” kata Misbahul Huda, pada pembukaan acara. Misbahul Huda adalah Dirut PT. Temprina, Jawa Pos Group yang juga Dewan Pembina IIBF Jawa Timur.
Acara yang dibuka oleh Wagub Jawa Timur ini menghadirkan pembicara Dirut PLN, Dahlan Iskan, Pengusaha Tanah Abang, H. Nusli Arismal yang biasa dipanggil H. Alay. Rektor Unisma Bekasi, Dr. Nandang Najmulmunir, dan Presiden IIBF, Ir. H.Heppy Trenggono, MKomp. Dahlan Iskan yang hadir sebagai pembicara pertama melontarkan pertanyaan provokatif. “Yang usianya di bawah 20 tahun angkat tangan. Yang usianya di atas 35 tahun angkat tangan!” katanya sambil berjalan hilir mudik di atas panggung. Apa yang dilakukan seseorang pada usia tertentu menurut Dahlan sangat menentukan menjadi apa orang itu di masa depannnya. Umur 35 tahun, lanjutnya, seseorang telah memiliki pengalaman cukup karena telah merasakan arti kegagalan. Dan itu adalah modal penting untuk bangkit dan bergerak maju. “Saya senang karena sebagian besar yang hadir di ruangan ini berada di bawah 30 tahun. Artinya Indonesia 10 tahun yang akan datang memiliki banyak generasi hebat akan membawa kemajuan Indonesia,” katanya. Dahlan menganjurkan bagi mereka yang saat ini aktif di organisasi mahasiswa atau pemuda untuk menjadikan hal itu sebagai kesempatan untuk belajar managemen dan tanggung jawab. “Enggak usah berfikir untuk membangun ekonomi organisasi itu karena tidak akan efektif hanya dengan satu periode masa kepengurusan. Saya khawatir nanti anda malah menjadi pengemis terorganisir,” kata Dahlan menjawab salah seorang peserta.
H.Nusli Arismal atau H. Alay yang tampil sebagai pembicara kedua memaparkan kesulitan yang dialami pedagang di pasar Tanah Abang untuk membela produk-produk lokal. Menurut H. Alay yang juga dikenal sebagai Pemimpin Pedagang Tanah Abang ini, pihaknya sulit untuk mencari tekstil lokal karena sebagian besar produsennya sudah banyak yang bangkrut. Di tengah kesulitan mendapatkan produk lokal itu tekstil dari China menyerbu seperti air bah. “Banyak juga pedagang yang akhirnya menyerah dengan menjual produk-produk asing itu karena tidak ada pilihan,” katanya. Menurut H. Alay, keadaan ini terjadi karena kita tidak memiliki pembelaan terhadap bangsa sendiri . Para pedagang dan produsen kecil menegah dibiarkan bertarung sendiri berhadapan dengan para pemain-pemain asing. “Asing artinya yang ekonomi asing dan Indonesia artinya ekonomi Indonesia. Maka belilah hanya produk-produk bangsa sendiri,” kata H. Alay mengajak semua yang hadir.
Sementara DR. Nandang Najmulmunir membeberkan tentang kerugian negara akibat dari pencurian ikan di perairan Indonesia. “Titik-titik hijau ini adalah kapal-kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia yang difoto dari satelit,” kata Nandang sambil menunjukkan gambar peta Indonesia. “ Tidak kurang dari Rp. 50 trilyun setiap tahun hilang dari laut Indonesia akibat pencurian ini.” Indonesia, kata Nandang sudah tidak bisa menjaga kedaulatan negaranya lagi. Padahal dari aset-aset yang dicuri itu bisa digunakan untuk membeli peralatan tentara kita untuk menjaga laut Indonesia. Indonesia ini, menurut Nandang adalah negara besar yang tidak sadar dengan kebesarannnya. Padahal kita telah memiliki Pancasila untuk mengatur hidup dan moral bangsa. Namun semua dilupakan seiring dengan keruntuhan karakter unggul bangsa ini “Pancasila itu adalah rumusan yang memiliki nilai spiritual tinggi. Presiden Sukarno menandatangani rumusan itu pada tanggal 17 Romadhon sehabis sahur. Tanggal itu adalah tanggal nuzulul Qur’an. Angka 17 juga berarti 17 rokaat. Dan tanggal 17 juga tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan,” ungkap Nandang. Maka, lanjut Nandang, Indonesia harus kembali kepada jati dirinya jika Indonesia mau menjadi bangsa besar dan jaya.
Tampil sebagai pembicara terakhir, Presiden IIBF, Ir. H. Heppy Trenggono, MKomp mengajak hadirin untuk melihat fakta hari ini bahwa Indonesia sebagai negara miskin. Sebuah keadaan yang banyak disangkal dan tidak diakui oleh anak-anak negeri ini. “Jangan lihat kemiskinan itu di kolong-kolong jembatan, tetapi lihat juga pada institusi penyelanggara negara yang mengalami kesempitan anggaran,” kata Heppy. Angkatan perang kita hanya bisa memiliki pesawat dan kapal bekas dari negara lain, institusi pendidikan yang dibiarkan untuk mencari biaya sendiri atas nama otonomi kampus, dan lain-lain kebijakan yang sangat terang benderang menunjukkan kita sebagai negara miskin. Kemiskinan itu diiringi dengan kehilangan karakter bangsa ini. Kehilangan karakter itu ditandai pada tiga hal yakni tidak adanya pemahaman bangsa ini tentang siapa jati dirinya; tidak adanya pemahaman tentang nilai dan apa yang diyakini; dan tidak jelasnya apa yang dibela. “Jika bangsa ini tahu siapa jati dirinya, memiliki keyakinan kuat , jelas apa yang dibela, maka sangat mudah negara ini berubah,” kata Heppy yakin. Heppy kemudian mengajak semua hadirin untuk ikut dalam gerakan Beli Indonesia sebagai bentuk pembelaan terhadadap bangsa sendiri.
“Beli Indonesia adalah thema pembelaan yang kita usung untuk membela bangsa sendiri,” ujarnya. Dalam situasi Indonesia dikuasai oleh produk-produk asing saat ini maka tidak ada strategi dan teori yang bisa kita terapkan untuk membebaskan Indonesia dari keterpurukan kecuali membangkitkan semangat pembelaan dalam setiap diri anak-anak negeri ini. Semua masyarakat Indonesia harus membela produk dalam negerinya. Membeli produk bukan karena lebih murah , bukan karena lebih baik tetapi karena milik bangsa sendiri. “Ada dua pilihan untuk kita semua. Kita melakukan ini untuk bangsa kita atau tidak melakukan apa-apa berdiam diri dan membiarkan keadaan ini terus terjadi . Apakah ini bisa kita lakukan…?” tanya Heppy membakar semangat para hadirin di ruangan itu. “Bisaaaaaaaa!” jawab hadirin membahana. Heppy kemudian mengajak semua hadirin untuk meneriakkan yel-yel Beli Indonesia, ”Beli Indonesia….Beli Indonesia…Beli Indonesia…..” katanya dengan jari telunjuk teracung sebagai simbol gerakan ini.
Kajian Akbar Kebangkitan Ekonomi Indonesia adalah dalam rangka menyongsong Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia (KKEI) yang dilaksanakan di Solo 22-26 Juni 2011. Panitia juga menyediakan beberapa stand di koridor gedung itu untuk pengusaha lokal yang ingin menjual dan memamerkan produknya. “ Dengan acara ini kita ingin memberitahu kepada publik Jawa Timur khususnya dan Indonesia umumnya tentang gerakan Beli Indonesia ini,” jelas Lukman Setiawan, ketua IIBF Jawa Timur. Acara yang sama juga digelar di Pekalongan tanggal 10 Juni 2011. “Kita melibatkan Pemerintah kota Pekalongan yang sangat mendukung acara ini, persiapan kita sudah fixed dan tinggal menunggu hari pelaksanaanya saja,” kata Dr. Udi Suhono, Ketua IIBF Pekalongan yang ikut hadir pada acara itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar